reisumut.com
Berdasarkan hasil rapat dengar pendapat (RDP) dan kunjungan lapangan yang dilakukan Komisi A DPRD Sumut bersama Ombusmand RI Perwakilan Sumut, Pemkab Serdang Bedagai (Sergai) dan Tengku Julian selaku ahli waris Tengku Habsah, diputuskan Lapangan Sepak Bola Firdaus di Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Sergai milik Tengku Julian.
Anggota Komisi A DPRD Sumut yang juga Ketua Tim Khusus Penyelesaian Kasus Lapangan Sepak Bola Firdaus, Fajar Waruwu, mengatakan berdasarkan RDP dan kunjungan lapangan pada Februari 2015 ternyata Tengku Julian yang memiliki alas hak atas tanah lapang tersebut karena memiliki Grand Sultan No 94 Tahun 1920.
Grand Sultan merupakan alas hak yang sah dan diakui negara, setara dengan sertifikat yang dikeluarkan BPN. Sedangkan Pemkab Sergai dan masyarakat yang kerap melakukan kegiatan di lahan tersebut tidak memiliki hak apa pun atas tanah itu. Karenanya, Tengku Julian sudah bisa memproses alas hak atas Lapangan Sepak Bola Firdaus dengan mengubah grand sultan menjadi sertifikat hak milik (SHM).
"Berdasarkan dokumen dari masing-masing pihak, baik Tengku Julian maupun Pemkab Sergai dan masyarakat, ternyata Tengku Julian yang memiliki surat atau alas hak yang dapat ditindaklanjuti secara hukum dalam rangka penegakan hukum yang sebenarnya sesuai Undang-Undang Agraria," jelas Fajar Waruwu di Medan.
Ditambahkan politisi dari Partai Gerindra itu, ada beberapa poin kesimpulan yang diambil Komisi A DPRD Sumut. Selain menyatakan Lapangan Sepak Bola Firdaus milik Tengku Julian, komisi A akan merekomendasikan agar BPN menindaklanjuti proses penerbitan sertifikat, sehingga kedudukan hukum atas kepemilikan tanah tersebut jelas dan bisa dikembalikan kepada Tengku Julian sebagai ahli waris.
"Jangan menghadapkan ahli waris dengan masyarakat dan pemkab yang tidak memiliki alas hak sama sekali atas tanah tersebut.
Kami menangkap kesan, ada ketidakjujuran BPN dalam melaksanakan kewenagan dan fungsinya untuk menerbitkan sertifikat ini. BPN seperti berpihak pada pemkab, mungkin mereka mendapat tekanan dari pemkab," beber Fajar.
Kesan ketidakjujuran BPN itu, imbuhnya, terlihat ketika RDP pihak BPN mengatakan kalau menurut DPRD lapangan itu milik Tengku Julian maka BPN bersedia menerbitkan sertifikat, tapi ketika Tengku Julian memproses itu ternyata pihak BPN berkelit lagi.
Dia juga mengatakan, seringnya tanah lapang dipakai untuk tempat upacara oleh pemkab tidak serta merta menjadikan pemkab berhak atas tanah tersebut. "Kita negara hukum, semua berdasarkan hukum.
Pemkab tidak bisa merampas tanah itu karena sering melakukan upacara di situ. Kita melihat ada kesan pemkab ingin merampas tanah itu, terbukti mereka membangun gapura dan kios di atas lahan tersebut dari dana APBD," ungkap Fajar.
Ditegaskan Fajar, jika BPN tidak menerbitkan SHM untuk ahli waris berarti BPN melakukan pelanggaran hukum, sebab BPN sudah punya dasar menerbitkan SHM yakni instrumen politik dan instrumen hukum, berupa rekomendasi Komisi A DPRD Sumut dan grand sultan. "Semestinya ini sudah komplet sebagai dasar Tengku Julian mengurus sertifikat," katanya.
Menurut Fajar Waruwu, komisi A akan melakukan panggilan kedua, bahkan akan melaporkan BPN Sergai ke Kemenkum HAM dan Menteri Agraria. "Ini sudah masuk wilayah hak asasi manusia. Kalau ini tidak ditindaklanjuti, kita akan lapor ke Kemenkum HAM dan bisa naik ke Menteri Agraria. Kita harus bela masyarakat yang hak-haknya dirampas sepihak," ujarnya.
Fajar juga menegaskan, jika Pemkab Sergai masih berupaya menahan lahan bukan miliknya, Komisi A DPRD Sumut akan melaporkan bupati, karena dia sebagai pejabat publik semestinya memperjuangkan hak-hak setiap warga yang asetnya ada di Sergai.
"Kita akan laporkan dia sebagai pejabat yang melawan sumpah janji. Pertama ke Komnas HAM, kemudian Menkum HAM dan Mendagri. Bahkan, sudah dua kali gubernur mengirim surat untuk meminta kejelasan keberadaan aset ini.
Gubernur meminta kalau lapangan itu bukan punya pemkab dibuat pernyataan, tapi sampai sekarang tak dijawab. Ini kan bentuk-bentuk pembangkangan," tandas Fajar.
Sedangkan Tengku Julian, berharap masalah tersebut segera selesai dan pihaknya tidak dipersulit lagi dalam pengurusan sertifikat yang merupakan hak mereka selaku para ahli waris Tengku Habsah.(rzl/mb)