reisumut.com – Jakarta
Dari waktu kewaktu REI terus menunjukkan peningkatan
peran – sertanya hingga akhirnya menjadi pemeran utama dalam pembangunan
perumahan dan permukiman, khususnya pembangunan RSH.
Banyak hal yang menarik, bahkan menggembirakan dari
terbitnya kemenpera nomor 3 dan nomor 4 tahun 2014, tanggal 24 April , lalu,
mencerminkan concern pemerintah di bawah pimpinan bapak Zan farid untuk
menunjukkan kepemimpinannya kepada
masyarakat berpenghasilan rendah, akan rumah tinggal yang layak dan
terjangkau. Padahal sebetulnya, membangun rumah sehat untuk keluarga berpenghasilan
rendah, kurang dari Rp 4 juta/bulan, bukan wacana baru lagi, tetapi sudah
digulirkan sejak pemerintahan Orde Baru. Ketika itu dengan Rp 1.5 juta / bulan,
dengan komando ditangan seorang Menteri Perumahan dengan tangan – tangan yang kuat (powerful) yakni BKP4N ( Badan
Koordinasi Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional ),
pemerintah bisamembangun ratusan ribu unit rumah. Pada Pelita (Pembangunan Lima
Tahun ) 1973 – 1978, rata – rata realisasi rumah sebanyak 200.000 unit. Dan itu
terus menanjak hingga 680.000 unit pada Pelita VI (1993 – 1998 ). Siapa
pemegang komando Menteri Perumahan kala itu ? adalah Cosmos Batubara, Siswono
Yudohusodo, Akbar Tanjung dan theo
Sambuaga. Ketika Akbar Tanjung menjadi Menteri Perumahan Rakyat, dialah menteri
yang terbilang “ rajin” menekan para pengembang agar mau membangun rumah bagi
keluarga berpenghasilan rendah yang sekarang di sebut Rumah Sederhana sehat (
RSH). Penerapan 1-3-6 yang waktu itu. Cukup berhasil “memaksa” pengembang
membangun ratusan ribu unit RSH. Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan
Megawati Soekarno putri, Kementerian Perumahan Rakyat memang dihapuskan. Akan
tetapi, masalah RSH ini bukan berarti dilupakan, buktinya pada tahun 2003
Megawati menelurkan program pembangunan sejuta rumah. Hal ini terus berlanjut
pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, setelah pos kementerian Negara
Perumahan Rakyat dihidupkan kembali. Sayangnya zaman telah berubah, kebijakan
otonomi daerah, justru di nilai banyak pengembang menghambat pembangunan RSH,.
Di beberapa daerah, justru pemerintah daerah, terkesan kurang mendukung program
tersebut. Padahal sangat jelas, berkali – kali Presiden mengingatkan bahwa
bahwa upaya dari pihak – pihak yang mempersulit proses pembangunan dan
kepemilikan RSH bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan sikap yang
sangat keterlaluan dan bias ditoleransi.
Realisasi Pembangunan RSH
Sejarah terjadinya krisis perekonomian, pembangunan
RSH justru turun drastic di tahun 2000, realisasi pembangunan RSH memang naik
menjadi 97.000 unit karena pemerintah masih menerapkan pola subsidi lama yang
dananya berasal dari sisa Kridit Likuidatas Bank Indonesia dan Rekening Dana
Investasi (RDI) di Depertemen Keuangan. Namun, pada tahun 2001, ketika
pemerintah mengubah pola subsidi menjadi subsidi selisih bunga, realisasi
pembangunan RSH merosot drastic menjadi 39.600 unit, setahun kemudian,
kemudian, pembangunan RSH lebih merosot lagi menjadi 25.900 unit untuk kemudian
sedikit naik menjadi 32.500 unit di tahun 2003, secara total dalam lima tahun
(tahun 2000 sampai dengan 2004 ) RSH hanya berhasil dibangun sebanyak 245.000
unit rumah, atau rata – rata 49.000 unit pertahun.
REI Terus Menjadi Pelaku Utama RSH
Kebutuhan perumahan bagi penduduk di Indonesia saat
ini pada umumnya dilaksanakan secara informal yang mencapai 85 % dari total
pembangunan rumah, sisanya sebesar 15 % dilaksanakan secara formal baik oleh
pemerintah melalui perum perumnas, pihak swasta, terutama melalui Persatua
Perusahaan Realestat Indonesia (REI) dan Koperasi. Selama Orde Baru
menunjukkan bahwa diantara ke 3 pelaku
pembangunan perumahan yaitu swasta (diwakili oleh pengembang anggota REI)
Pemerintah (diwakili oleh Perumnas) dan masyarakat (diwakili oleh Koperasi),
maka pihak swasta (REI) secara konsisten selalu berhasil memenuhi target
pembangunan RSH. Bahkan melebihi target dan sekaligus menjadi pemeran utama
pembangunan perumahan di Indonesia. Dari Pelita ke Pelita, REI telah
menunjukkan peningkatan peran sertanya hingga akhirnya menjadi pemeran utama
dalam pembangunan perumahan dan permukiman . Pada tahun 2014 ini Kemenpera
memberlakukan setia wilayah berbeda – beda dalam patokan harga jual Rumah
Sederhana Sehat (RSH) sekarang berubah nama menjadi Rumah Sejahtera Tapak
(RST), maka untuk setiap daerah memacu dan bersemangat untuk membangun Rumah
Sejahtera Tapak ( RST ) dan pada tahun 2015 ada wacana dari Kemenpera akan
menghapuskan subsidi untuk FLPP bagi rumah tapak dan dialihkan ke Rusun, mudah
– mudahan dengan pemerintahan yang baru 2014, pemerintah dapat meninjau kembali
dengan kebijakan ini. (rzl/mr)